
KOTAKU, PENAJAM-Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Raup Muin mengingatkan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar lebih berperan aktif mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang membahas nasib masyarakat PPU.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas polemik PT Kebun Mandiri Sejahtera (KMS) di Ruang Rapat DPRD PPU, Selasa (11/4/2023). Dalam dalam kesempatan tersebut Plt Asisten II Pemkab PPU Nicko Herlambang.
“Kalau dalam rapat jangan disampaikan ketidakhadiran. Saya sudah sampaikan di sini berkali-kali kepada Pak Sekda (Sekretaris Daerah, Red).
Saya hanya mengingatkan bahwa pemerintahan adalah bagian dari masyarakat, kami juga di sini dipilih oleh masyarakat,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan, dalam RDP tersebut ada beberapa OPD yang berhalangan hadir dan diwakilkan pejabat satu tingkat di bawah kepala dinas. Sehingga dikhawatirkan tidak dapat memberikan keputusan dalam rapat.
Ia menegaskan, bahwa agenda RDP yang dibahas di meja wakil rakyat membutuhkan keseriusan semua pihak, terutama eksekutif yang seharusnya tampil lebih depan untuk mencari solusi setiap persoalan masyarakat.
“Seperti dalam rapat kali ini, bagi kami bukan mencari salah dan benarnya tapi ada sesuatu yang mengganjal sehingga terjadi seperti ini,” katanya.
Menurut Raup Muin, polemik yang belakangan mencuat merupakan hukum sebab akibat, karena tuntutan warga terkait hak atas tanah leluhur yang kini diperjuangkan para ahli waris di kawasan kerja PT KMS, telah melalui proses yang cukup panjang.
“Tidak mungkin tahu-tahu muncul kelompok masyarakat yang menuntut hal ini, pasti ada dasarnya.
Dan mungkin salah satunya dibuktikan dengan kuburan yang ada di sana. Kuburan yang ada di lahan PT KMS, mungkin sudah ada sebelum perusahaan berdiri,” urainya.
Seperti diketahui, adat istiadat masyarakat PPU terkait batas wilayah tanah yang dikelola secara tradisional, biasanya hanya dibatasi situs atau kuburan.
Kebanyakan masyarakat adat PPU tidak memiliki legalitas tanah sehingga rentan terjadi klaim kepemilikan lahan.
Selain itu, Raup Muin menyoroti masalah penahanan dan permintaan penangguhan penahanan warga atas nama Dulil, yang kini proses hukumnya masih berjalan.
“Tadi pihak keluarga yang bersangkutan menyampaikan sudah dua kali melakukan mediasi. Kalaupun ada kesalahan atau khilaf, memohon agar dimaafkan,” katanya.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, sejauh ini tidak ada unsur kekerasan fisik yang menjadi dasar tuntutan PT KMS atas penahanan Dulil, melainkan perlakuan masyarakat yang dianggap tidak menyenangkan.
Sehingga perusahaan merasa tidak nyaman beroperasi di sekitar warga. “Perusahaan tidak bisa hadir, kalau tidak saling bersinergi dengan masyarakat sekitar,” ucapnya.
Raup Muin meminta PT KMS dan Pemkab PPU memprioritaskan penyelesaian persoalan ini. Khususnya terkait pencabutan kasus yang menjerat Dulil.
“Tadi dari Kapolres PPU sudah mempertimbangkan agar kasusnya tidak dilanjutkan. Jadi kurang apa lagi.
Apakah seluruh masyarakat Penajam harus datang ke PT KMS untuk memohon, kan tidak mungkin. Pemerintah juga sudah melakukan hal yang sama. Tapi kan kembali kepada (sikap) PT KMS,” urainya.
Menurutnya, kebijakan untuk mengatasi persoalan ini mesti diselesaikan jajaran pimpinan di daerah saja, tidak perlu menunggu keputusan petinggi perusahaan tingkat pusat. Karena yang memahami kondisi di lapangan jajaran daerah.
“Kalau hanya ingin memberikan efek jera kepada masyarakat, bukan begitu caranya. Hal ini terjadi di daerah karena keegoan masing-masing pihak. Jadi jangan buat masyarakat menjadi pengemis di daerahnya sendiri,” tegas Raup. (*)
