
KOTAKU, PENAJAM-Rencana proyek pembangunan Stasiun Peralihan Antara (SPA) Sampah di Sesulu stagnan. Padahal program sudah dicanangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU) sejak tahun 2020.
SPA merupakan sarana pemindahan sampah yang diperlukan suatu kabupaten atau kota untuk mengakomodasi pengangkutan sampah. Lokasinya berjarak 25 Kilometer dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Terkait itu, Kepala Desa (Kades) Sesulu, Kecamatan Waru, PPU Rahman menerangkan, fasilitas persampahan yang akan dibangun di desanya itu rentan penolakan warga, lantaran minimnya sosialisasi.
Menurut Rahman, warga beranggapan bahwa rencana pembangunan SPA Sampah yang muncul bersamaan dengan terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) PPU Nomor 25 tahun 2020 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 12 tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, akan berdampak terhadap lingkungan dan kesehatan warga sekitar SPA.
“Jelas alasannya. Kalau berbicara masalah sampah, (itu) bau. Mungkin kalau dijelaskan dengan metode yang nantinya akan dilakukan DLH (Dinas Lingkungan Hidup, Red), misalnya sampah dipress (ditekan dengan mesin hidrolik, Red) dan sebagainya, akan berbeda.
Nah, mungkin konsultan yang memberi informasi tersebut, kurang memberikan pemahaman kepada masyarakat,” ujar Rahman, ketika dihubungi, Senin (1/5/2023).
Rahman menegaskan sikapnya terhadap rencana pembangunan SPA di wilayahnya. Ia mengaku tidak pernah menolak program tersebut. Namun rencana tersebut dinilai perlu sosialisasi yang lebih masif.
“Saya tidak pernah menolak pembangunan SPA yang direncanakan di Desa Sesulu,” katanya.
Adapun upaya perangkat desa untuk memberi pemahaman terkait SPA Sampah di Sesulu, kata dia, dilakukan baru-baru ini. Yakni dengan melaksanakan konsultasi publik bekerja sama dengan DLH, dengan mengundang warga sekitar lokasi pembangunan SPA Sampah.
“Lokasinya sangat dekat dengan pemukiman warga. Juga dekat dari bantaran sungai,” ungkapnya.
Dalam konsultasi publik itu, 80 persen warga desa menolak rencana pembangunan SPA Sampah.
“Mungkin warga pernah mendengar (rencana SPA Sampah) tapi tidak tahu kepastiannya. Makanya saya bekerja sama dengan DLH, Ibu Tita (Kadis DLH PPU Tita Deritayati,, Red) mengundang warga yang tinggal di daerah yang akan dibangun SPA.
Dan semua warga yang ada di situ menolak. Bukan saya yang menolak. Saya tidak menolak, justru warga saya pernah ngomong begini, seluruh warga tidak menolak tapi paling tidak sosialisasi dulu yang baik,” tukasnya.
Selain itu, Rahman juga menyampaikan keluhan warga yang merasa tidak dilibatkan dalam rencana pemilihan lokasi pembangunan SPA Sampah di Sesulu. Menurutnya, upaya riset hanya dilakukan untuk beberapa titik tertentu dan kebanyakan dilakukan di Waru.
“Ya artinya itu di kampung sebelah. Kalau warga Waru pasti setuju-setuju saja. Harusnya dilakukan di Sesulu, yang akan dibangun SPA,” imbuhnya.
Rahman baru menjabat sebagai Kades sejak 2022 sehingga ia mengaku hanya meneruskan rencana program tersebut.
“Saya hanya melanjutkan apa yang menjadi keinginan pemerintah,” tegasnya.
Terpisah, Ketua RT 02 Sesulu Rifatus Saleha mengatakan, pemerintah tingkat kecamatan hingga RT tidak menolak rencana pembangunan SPA Sampah. Namun ada beberapa pertimbangan yang belum dapat disepakati warga sekitar lokasi pembangunan SPA.
“Intinya konsultasi publik yang kurang terhadap warga sekitar (lokasi) yang mau dibangun SPA,” katanya.
Adapun seluruh instrumen pemerintahan tingkat kecamatan hingga ketua RT di Sesulu, kata dia, mendukung program yang dicanangkan Pemkab PPU.
“Kami kan mendukung, hanya penempatannya yang kurang tepat. Harusnya mereka (konsultan rencana SPA Sampah, Red) memanggil masyarakat dan berhadapan langsung, bukan aparat desa dan camat,” imbuhnya.
Sebelumnya Ketua DPRD PPU Syahrudin M Noor menyampaikan kekecewaannya terhadap aparat desa hingga camat Waru, yang dinilai kurang kooperatif dalam merealisasikan rencana SPA Sampah di Sesulu, sehingga berdampak terhadap pengerjaan infrastruktur tersebut.
“Camat menolak, kepala desa menolak, RT apalagi. Jadi itu apa yang menjadi masalahnya. Ada provokasi,” ungkap Syahrudin, belum lama ini.
Politisi Partai Demokrat itu menyayangkan penolakan datang dari perwakilan pemerintah tingkat kecamatan.
“Padahal tempat pembuangan sampah terintegrasi ini program pemerintah. Apakah camat ini bukan bagian dari pemerintah,” tegasnya. (*)
