Parlementaria

Sahkan Enam Perda, PPU Kini Punya Regulasi Pengelolaan Pesantren hingga Hak Disabilitas

Ketua DPRD Kabupaten PPU Syahrudin M Noor.

“Karena memang anak-anak kami, termasuk anak saya sendiri mondok di luar. Nah, ini mungkin alasan kenapa daerah perlu mengatur Perda,” urainya.

Menurutnya ada banyak sekali tawaran, bahkan yang sudah tahap menjajaki pembangunan pesantren di PPU.

Dengan adanya perda ini, maka harapannya Pemkab PPU dapat melakukan tata kelola pesantren dan berjalan maksimal sesuai regulasi yang berlaku.

“Kami senang banyak yang ingin membuka pesantren di tempat PPU. Saya kira ini memudahkan anak-anak untuk menuntut ilmu secara keagamaan.

Saya kira ini penting untuk mengantisipasi agar tidak perlu belajar jauh (keluar daerah),” ucapnya.

Ia mencontohkan salah satu pesantren Lirboyo yang sudah di bangun di Waru, turut berkontribusi mencerdaskan anak-anak PPU.

“Itu yang kami harapkan. Terkait penataannya nanti disesuaikan dengan perda ini,” ungkapnya.

Hal yang sama juga bagi penyandang disabilitas di PPU. Melalui perda yang telah disahkan, Syahrudin berharap agar hak-haknya juga dipenuhi seluruh instansi, baik jajaran pemerintah maupun pihak swasta.

“Kami buat perda ini untuk diimplementasikan. Nanti tentu ada pelaksana teknisnya. Nanti ada Perbup (Peraturan Bupati, Red).

Kami harapkan berjalan sesuai produk hukum yang dibuat,” katanya.

Ia mencontohkan, infrastruktur seperti kantor DPRD PPU perlu disesuaikan dengan regulasi terbaru itu agar layak bagi penyandang disabilitas.

Misalnya merenovasi tangga, agar warga penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda, bisa mengakses gedung kebanggaan para legislator tersebut.

“Akses untuk memudahkan disabilitas harus dibangun.

Fasilitas untuk mendukung hal itu perlu diimbau ke semua instansi.

Tempat-tempat publik perlu ditambahkan fasilitas-fasilitas seperti itu,” urainya.

Melalui perda tersebut, Syahrudin berharap telah memberi ruang bagi para penyandang disabilitas yang juga bagian dari masyarakat PPU.

Sementara itu, terkait Perda Pengarusutamaan Gender yang juga baru disahkan, menurutnya merupakan turunan dari Undang-Undang, bahwa ada ruang khusus sekitar 30 persen bagi perempuan untuk ikut berkarya dalam berbagai bidang.

“Saya kira ini juga harus diimplementasikan di tingkat bawah. Jadi bukan hanya Undang-Undang, tetapi juga punya perda yang mengakomodir hak perempuan.

Jangan sampai nanti ada perusahaan, instansi atau lembaga yang tidak mempekerjakan perempuan. Atau anti terhadap perempuan karena dianggap tidak berdaya.

Nah ini yang perlu diantisipasi,” imbuhnya. (*)

Pages: 1 2

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top