Parlementaria

Syahrudin Kritisi PDAM!! Dari Tarif Naik hingga Kualitas Belum Laik

Syahrudin M Noor

KOTAKU, PENAJAM-Sumber air baku yang dikelola Water Treatment Plant (WTP) Perumda Danum Taka di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dipandang belum memadai.

Hal ini disuarakan Ketua DPRD PPU Syahrudin M Noor. Dia pun berharap agar pemerintah berkonsentrasi terhadap upaya pemenuhan kebutuhan air bersih PPU.

Syahrudin menilai satu-satunya harapan PPU untuk dapat memenuhi kebutuhan itu, yakni melalui rencana pembangunan Bendung Regulator Sungai Telake.

Meskipun hal tersebut belum dapat terwujud, karena pemerintah pusat lebih mengutamakan pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Saya kira, kalau diukur persentase, cakupan air bersih saat ini baru bisa menjangkau 20 sampai 30 persen kebutuhan masyarakat PPU, belum semuanya.

Itu juga kualitasnya masih kurang sekali,” ujar Syahrudin, ditemui di ruangannya, baru-baru ini.

Maka dari itu, DPRD PPU, sebut dia, memiliki penilaian tersendiri terhadap kenaikan tarif air bersih yang saat ini dibebankan kepada masyarakat.

“Lebih baik disubsidi daripada dinaikkan tarifnya. Karena malu, kualitas yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai dengan apa yang dibayarkan. Itu sebenarnya koreksi kami,” katanya.

Ia menyebut sudah banyak masyarakat yang datang ke DPRD PPU untuk mengeluhkan kenaikan tarif air bersih yang tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan.

“Seharusnya kenaikan retribusi, kenaikan tarif itu berjalan seiring dengan peningkatan kualitas dan pelayanan,” urainya.

Menurutnya para legislator DPRD PPU berpikir logis setelah mendengar pemaparan manajemen Perumda Danum Taka, terkait penghasilan perusahaan daerah tersebut, yang disebut mencapai triliunan.

Sehingga, proses pengajuan penyertaan modal dan usulan subsidi air bersih masyarakat PPU yang pernah dibahas sebelumnya, tidak terealisasi.

“Maksud kami, mengapa (dari keuntungan perusahaan) tidak memperbaiki kebocoran-kebocoran pipa, seharusnya itu dibenahi.

Kalau itu bisa diurai. Kemudian, Loss (kerugian kehilangan air karena kebocoran, Red) juga bisa diurai, saya kira tidak perlu ada kenaikan tarif,” urainya.

Apalagi, kata dia, anggaran operasional Perumda sudah ditetapkan tahun ini, yakni Rp3 miliar.

Seharusnya sudah bisa menutupi pekerjaan rumah perusahaan air bersih daerah tersebut.

“Sudah kami kasih (sahkan, Red) operasional Rp3 miliar tetapi nyatanya tarif masih dinaikkan.

Kalau begitu, tahun depan tidak perlu diberi lagi. Jadi kalau masyarakat mengeluh soal kualitas air bersih, silakan protes ke sana (Perumda, Red),” tegasnya.

Menurutnya, sulit untuk menentukan baik buruknya penerapan peraturan yang dibuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim).

Contohnya terkait kenaikan tarif yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim, Nomor 500/K.162/2022, mengenai penetapan tarif batas bawah dan batas atas air minum se-Kalimantan Timur.

Penyesuaian tarif air minum yang diatur dalam SK Gubernur Kaltim, terendah Rp6.300 per meter kubik dan tertinggi Rp13.500 per meter kubik.

Adapun penyesuaian tarif air minum di PPU yang diberlakukan mulai tahun 2023, terendah Rp1.700 per meter kubik dan tarif tertinggi Rp9 ribu per meter kubik.

“Tidak bisa disamakan, bahwa ada regulasi batas atas dan batas bawah.

Karena kalau mau generalisir semua daerah, ya kami di PPU pasti jauh perbandingannya dengan pengelolaan air yang ada di daerah lain,” katanya.

Ia mencontohkan, Perumda Tirta Manuntung yang mengelola air bersih di Balikpapan, pasti berbeda dengan pengelolaan air bersih Perumda Danum Taka di PPU.

“Itu koreksi kami di DPRD,” pungkasnya. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top